Senin, 13 Maret 2017

ANALISIS PUISI SURAT KEPADA BUNDA KARYA W.S RENDRA



LAPORAN HASIL DISKUSI
PEMAHAMAN PUISI


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Membaca Sastra
Yang dibina oleh Dra. Hj. Ida Lestari, M.Si


Oleh
Rizkiatul Nur Indah Sari         (160211601806)
Rosita Agus Trisnawati           (160211601850)
Tangguh Murdaning Rat         (160211600123)



Description: D:\logo_universitas_negeri_malang.jpg




UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
Maret 2017





Surat Kepada Bunda
W.S Rendra

Mama yang tercinta /
 Akhirnya / kutemukan juga jodohku /
 Seseorang / yang bagai kau /
 Sederhana dalam tingkah laku dan bicara /
 Serta sangat menyayangiku /

Terpupuslah sudah masa-masa sepiku /
 Hendaknya berhenti gemetar rusuh /
 Hatimu yang baik itu /
Yang selalu mencintaiku /
 Kerna kapal yang berlayar /
 Telah berlabuh dan ditambatkan /
 Dan sepatu yang berat / serta nakal /
 Yang dulu biasa menempuh /
 Jalan-jalan yang mengkhawatirkan /
 Dalam hidup lelaki yang kasar / dan sengsara /
 Kini telah aku lepaskan /
 Dan berganti / dengan sandal rumah /
Yang tenteram, /  jinak dan sederhana /

Mama //
 Burung dara jantan yang nakal /
 Yang sejak dulu kau piara /
Kini terbang / dan telah menemu jodohnya /
 Ia telah meninggalkan kandang yang kaubuatkan /
 Dan tiada akan pulang /
 buat selama-lamanya /

Ibuku / Aku telah menemukan jodohku /
 Janganlah kau cemburu /
 Hendaknya hatimu yang baik itu mengerti  /
 Pada waktunya, / aku mesti kaulepaskan pergi /

Begitu kata alam. /
Begitu kaumengerti /
 Bagai dulu bundamu melepas kau /
 Kawin dengan ayahku. / Dan bagai
Bunda ayahku melepaskannya /
 Untuk mengawinimu /
 Tentu sangatlah berat /
 Tetapi itu harus. / Mama!  [^^]
 Dan akhirnya tak akan begitu berat /



Apabila telah dimengerti  /
Apabila telah disadari /

Hari Sabtu / yang akan datang /
 Aku akan membawanya kepadamu /
 Ciumlah kedua pipinya /
 Dan panggillah ia / dengan kata: Anakku!  [^^]

Bila malam telah datang /
 Kisahkan padanya /
 Riwayat para leluhur kita /
 Yang ternama / dan perkasa /
 Dan biarkan ia nanti /
 Tidur di sampingmu /

Ia pun anakmu /
 Sekali waktu nanti /
 Ia akan melahirkan cucu-cucumu /
 Mereka akan sehat-sehat / dan lucu-lucu /

Dan kepada mereka /
 Ibunya akan bercerita /
 Riwayat yang baik / tentang nenek mereka /
 Bunda bapak mereka /
Ciuman abadi /
 Dari anak lelakimu yang jauh. /


A.    Unsur intrinsik
·         Tema
Tema dalam puisi Surat Kepada Bunda  ini adalah restu seorang ibu.
Rendra dalam puisi Surat Kepada Bunda  mengisahkan kehidupan yang dialami seorang anak laki-laki yang telah menemukan jodohnya dan meminta izin kepada ibunya untuk menikahi kekasihnya serta agar ibunya dapat menyayangi menantunya seperti menyayangi anaknya sendiri.
·         Tipografi
Berdasarkan jenis tipografinya, puisi diatas termasuk jenis puisi dengan tipografi teratur dengan jumlah baris dan bait yang tidak sama. Alasannya, pada puisi tersebut pengarang masih menggunakan persamaan bunyi atau rima, jumlah kata dan penyusunan kata meskipun baris dan baitnya tidak sama.
·         Diksi
Dalam puisi ini Rendra paling dominan menggunakan kata-kata yang memiliki makna denotatif. Pemakaian kata-kata yang bermakna konotatif dalam puisi Surat Kepada Bunda ini, antara lain terdapat pada :
Karena kapal yang berlayar
Telah berlabuh dan ditambatkan
Kata-kata diatas dapat diartikan sebagai hati seorang (kapal) yang sudah sekian lama mencari tambatan hati yang tepat (yang berlayar) dan sekarang sudah menemukan orang yang menurutnya sangat tepat untuk dijadikan seorang istri (telah berlabuh dan ditambatkan).
Dan sepatu yang berat serta nakal
Yang dulu biasa menempuh
Jalan-jalan yang mengkhawatirkan
Dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara
Kini telah aku lepaskan
Dan berganti dengan sandal rumah
Yang tentram, jinak, dan sederhana

Kata-kata diatas berarti seorang anak yang nakal (sepatu yeng berat serta nakal) yang selalu melakukan sesuatu yang membuat ibunya selalu khawatir(yang dulu biasa menempuh jalan-jalan yang menghawatirkan), dan sekarang telah berubah menjadi orang yang baik dan selalu mendatangkan ketentraman.

Burung dara jantan yang nakal
Yang sejak dulu kau piara
Kini terbang telah menemui jodohnya
Ia telah meninggalkan kandang yang kau buatkan

Kata-kata diatas dapat diartikan seorang anak lelaki (burung jantan nakal) yang dirawat sejak kecil (yang dulu kau pelihara) dan sekarang telah menemukan jodohnya sehingga ia harus meninggalkan rumah orang tuanya (kandang yang kau buatkan).
·         Gaya bahasa
Gaya bahasa atau majas yang digunakan Rendra dalam puisi Surat Kepada Bunda kebanyakan menggunakan kata yang bersifat denotatif, karena mudah dipahami. Puisi ini juga menggunakan kata konotatif karena banyak mengandung arti dan yang mewakili keseluruhan puisi yaitu terdapat padakutipan berikut ini :
“Karena kapal yang berlayar
telah berlabuh dan ditambatkan.”
“Burung dara jantan yang nakal
yang sejak dulu kaupiara”
·         Bahasa Kias
Bahasa kias atau majas adalah suatu alat untuk melukiskan, menggambarkan, menegaskan inspirasi dalam bentuk bahasa dengan gaya yang mempesona Dalam puisi ini menggunakan majas :
1.             Personifikasi
Yang mengungkapkan adanya gaya bahasa personifikasi adalah :
a.       Begitu kata alam begitu kau mengerti
b.      Bila malam telah dating
c.       Hari yang sabtu akan dating
2.             Hiperbola
Yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola nampak sebagai berikut:
a.       Hendaknya berhenti gemetar rusuh
b.       Hatimu yang baik itu
c.       Riwayat para leluhur kita
d.      Yang ternama dan perkasa
e.       Ciuman abadi
f.       Dari anak lelakimu yang jauh
·         Rima
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca. Untuk mengulang bunyi ini, penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi. Dengan cara ini, pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi.
Mama yang tercinta
Akhirnya kutemukan juga jodohku
Seseorang yang bagai kau
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Serta sangat menyayangiku
Pada bait ini memiliki rima a-b-b-a-b
·         Nilai-nilai
a.      Nilai Sosial.
Contohnya pada bait :
Mama yang tercinta
 Akhirnya kutemukan juga jodohku
 Seseorang yang bagai kau
 Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
 Serta sangat menyayangiku
b.       Nilai Budaya
Contohnya pada bait :
Begitu kata alam.
Begitu kaumengerti
 Bagai dulu bundamu melepas kau
 Kawin dengan ayahku. Dan bagai
Bunda ayahku melepaskannya
 Untuk mengawinimu
 Tentu sangatlah berat
 Tetapi itu harus. Mama!
 Dan akhirnya tak akan begitu berat
·         Amanat
Amanat yang terkandun dalam puisi “Surat Kepada Bunda” antara lain :
1.      Hendaknya kita mengatakan segala-sesuatu dengan sejujur-jujurnya   kepada Ibu sebagai orang tua kita. Seperti pada bait :
Mama yang tercinta
Akhirnya kutemukan juga jodohku
Seseorang yang bagai kau
2.      Jika memilih pendamping hidup pilihlah yang baik budi pekertinya. Terlihat pada bait:
Sederhana dalam tingkah laku dan bicara
Serta sangat menyayangiku.
3.       Seorang Ibu hendaknya mau memberikan restu ketika anaknya telah menemukan jodohnya. Amanat tersebut terlihat pada bait berikut ini:
Ibuku,
Aku telah menemukan jodohku
Janganlah kau cemburu
Hendaknya hatimu yang baik itu mengerti
Pada waktunya, aku mesti kau lepaskan pergi
4.      Hendaklah seorang Ibu menyayangi menantunya seperti halnya ia menyayangi anak kandungnya sendiri. Amanat tersebut terlihat pada bait berikut ini:
….
Dan akhirnya tak akan begitu berat
Apabila telah dimengerti
Apabila telah disadari
Hari sabtu yang akan datang
Aku akan membawanya kepadamu
Ciumlah kedua pipinya
Dan panggillah ia dengan kata : Anakku!
·         Kata Konkret
Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
Contohnya
Kerna kapal yang berlayar
Dan sepatu yang berat serta nakal
Dan berganti dengan sandal rumah
Burung dara jantan yang nakal
B.     Unsur Ektrinsik
·         Biografi penulis 
Willibrordus Surendra Broto Rendra (lahir Solo, 7 November 1935) adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah. Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah.
Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu. Ia memulai pendidikannya dari TK (1942) hingga menyelesaikan sekolah menengah atasnya, SMA (1952), di sekolah Katolik, St. Yosef di kota Solo. Setamat SMA Rendra pergi ke Jakarta dengan maksud bersekolah di Akademi Luar Negeri. Ternyata akademi tersebut telah ditutup. Lalu ia pergi ke Yogyakarta dan masuk ke Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada. Walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya , tidak berarti ia berhenti untuk belajar. Pada tahun 1954 ia memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di Amerika, ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA). Ia juga mengikuti seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard atas undangan pemerintah setempat.
Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India. Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995). Untuk kegiatan seninya Rendra telah menerima banyak penghargaan, antara lain Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954) Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956); Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970); Hadiah Akademi Jakarta (1975); Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976) ; Penghargaan Adam Malik (1989); The S.E.A. Write Award (1996) dan Penghargaan Achmad Bakri (2006). Karya Sajak/Puisi W.S. Rendra, Jangan Takut Ibu, Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak), Empat Kumpulan Sajak,Rick dari Corona, Potret Pembangunan Dalam Puisi,Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta!, Nyanyian Angsa, Pesan Pencopet kepada Pacarnya, Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan), Perjuangan Suku Naga, Blues untuk Bonnie, Pamphleten van een Dichter, State of Emergency, Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api, Mencari Bapak,Rumpun Alang-alang, Surat Cinta, Sajak Rajawali,Sajak Seonggok Jagung.
·         Makna
Sebuah rangakaian kata dari Rendra sebagai seorang anak yang telah menemukan pujaan hatinya dan berusaha mengungkapkan niat tulus kepada sang bunda agar bersedia tuk merestui dan menerima sang calon istri yang diidam-idamkan sejak lama.




SAJAK PUTIH
Karya : Chairil Anwar

Bersandar pada tari
warna pelangi /
Kau depanku bertudung sutra senja
/
Di hitam matamu
/ kembang mawar dan melati /
Harum rambutmu
/ mengalun bergelut senda //

Sepi menyanyi
/ malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
/
Dan dalam dadaku
/ memerdu lagu /
Menarik menari seluruh aku
//

Hidup dari hidupku / pintu terbuka
/
Selama matamu
/ bagiku menengadah /
Selama kau darah
/ mengalir dari luka /
Antara kita Mati
/ datang tidak membelah//
A.    Unsur Intrinsik
Struktur Fisik Puisi
·         Diksi
Diksi merupakan makna kiasan yang harus dipahami secara seksama dan menyeluruh. Puisi sajak putih berarti suara hati si aku yang sangat tulus dan jujur.
Pada bait I
1.                   Warna pelangi” adalah gambaran hati seorang pemuda yang sedang
                         
senang;
2.                   “Bertudung sutra senja” yang dimaksud adalah pada sore hari;
3.                   “Di hitam matamu kembang mawar dan melati” yang di maksud
                        
adalah   bola matanya yang indah.
Pada bait II
1.                   “Sepi menyanyi” yang di maksud adalah memohon (do’a) kepada
                         
Allah;
2.                   “Muka kolam air jiwa” yang di maksud adalah bersedih hati;
3.                   “Dadaku memerdu lagu” yang di maksud adalah berkata dalam hati;
4.                   “Menari seluruh aku” menggambarkan rasa kegembiraan.
Pada bait III
1.                   “Hidup dari hidupku, pintu terbuka” menggambarkan bahwa si aku
                         
merasa hidupnya penuh dengan kemungkinan dan ada jalan keluar;
2.                   “Selama matamu bagiku menengadah” merupakan kiasan bahwa si
                        
gadis masih mencintai si aku, mau memandang wajah si aku;
3.                   “Selama kau darah mengalir dari luka” yang di maksud adalah hidup
                        
si aku penuh harapan selama si gadis masih hidup wajar;
4.                   “Antara kita Mati datang tidak membelah” menggambarkan sampai
                        
kematian tiba pun keduanya masih mencintai, dan tidak akan
                       
terpisahkan.
·         Citraan
Berperan untuk menimbulkan pembayangan imajinatif bagi pembaca melalui ungkapan tidak langsung.
1.             Citraan visual (penglihatan) terlihat pada baris kedua dan kedelapan yaitu  “Kau depanku dan menarik menari”.
2.             Citraan indera (pencium) terlihat pada bait keempat yaitu “Harum rambutmu”.
3.             Citraan indera (pendengaran) terlihat pada baris kelima yaitu “Sepi menyayi”.
·         Kata-kata konkret
Pada puisi ini ditemukan diksi yang berupa kata-kata konkret yang dapat membangkitkan citraan seperti penglihatan, penciuman, pendengaran. Kata-kata konkret tersebut sangat jelas menunjukan sikap tindakan baik dari penyair maupun dari pembaca. Kata-kata konkret tersebut bertujuan untuk menggambarkan unsur-unsur puisi secara tepat agar pembaca dapat merasakan keadaan yang dirasakan penyair.
·         Gaya Bahasa (Majas)
Dalam puisi “Sajak Putih” gaya bahasa (majas) yang muncul yaitu:
1.   Pada baris ketiga bait pertama, yaitu “Dihitam matamu kembang mawar dan melati”, merupakan majas metafora yang bersifat membandingkan sesuatu secara langsung. Mawar dan melati yang mekar menggambarkan sesuatu yang indah dan menarik, biasanya mawar itu berwarna merah yang menggambarka cinta dan melati putih menggambarkan kesucian. Jadi dalam mata si gadis tampak cinta yang tulus, menarik, dan mengikat.
2.   Majas repetisi pada baris kesembilan bait ketiga, yaitu terjadi pengulangan kata, “Hidup dari hidupku”, menggambarkan bahwa si aku merasa hidupnya penuh dengan kemungkinan.
3.   Pada baris 1 bait 1 yaitu, “Tari warna pelangi” merupakan bahasa kiasan personifikasi yang menggambarkan benda mati dapat digambarkan seolah-olah hidup. “Rambutmu mengalun bergelut senda” juga menggunakan bahasa kiasan personifikasi.
4.   Dalam bait kedua baris pertama, “Sepi menyanyi” adalah personifikasi karena mereka berdua tidak berkata-kata, suasana begitu khusuk seperti waktu malam untuk mendoa tiba. Dalam keadaan diam itu, jiwa si akulah yang berteriak seperti air kolam kena angin.
·         Rima dan ritma
Puisi “Sajak Putih” secara keseluruhan didominasi dengan adanya vokal /a/, /i/, dan /u/. Asonansi vokal /a/ terdapat pada baris puisi yaitu baris 2, 4, 5, 6, 9, 10, 11, dan 12. Misalnya:
 Asonansi vokal (a)
 “Kau depanku bertudung sutra senja” (baris kedua bait pertama).
 “Harum rambutmu mengalun bergelut senja” (baris keempat bait pertama).
Asonansi vokal (i)
“Bersandar pada tali warna pelangi” (bait pertama baris pertama).
“Dihitam matamu kembang mawar dan melati” (bait pertama baris ketiga).
Dari asonansi vokal diatas dapat disimpulkan bahwa puisi ini mempunyai irama yang tepat dan beraturan yakni irama vokal i i a a.
·         Tema
Tema dalam puisi  “Sajak Putih” adalah “Percintaan”. Dalam puisi Sajak Putih menceritakan seorang gadis yang sangat cantik yang mempunyai cinta yang sangat tulus dan memikat terhadap seorang pria yang membuat pria tersebut merasa terharu dan tertarik terhadapnya. Tetapi kedua insan tersebut belum ada kesiapan untuk saling menyatakan perasaannya masing-masing, mereka hanya diam tanpa ada sepatah kata yang diucapakn, mereka hanya berbicara didalam hatinya masing–masing, tetapi si pria tersebut mempunyai banyak harapan bahwa gadis tersebut mencintainya. Kedua insan tersebut berjanji bahwa sampai kapanpun mereka tak akan terpisahkan.
·         Amanat
Dalam puisi ini amanat yang disampaikan oleh penyair adalah bahwa jika kita mencintai seseorang harus berani untuk menyatakaan perasaan kita masing-masing, menerima segala kelebihan dan kekurangan pasangan kita, dan berusahalah untuk selalu mencintai dan ada disisinya sampai hembusan nafas terakhir

B.     Unsur Ekstrinsik
·         Latar Belakang
Sajak putih adalah sebuah puisi karya Chairil Anwar yang sarat akan nilai-nilai romantika. Ketulusan, kejujuran dan keikhlasan seorang pujangga dalam romantika cinta tersirat jelas di sini. Puisi ini menggambarkan ungkapan tulus perasaan penulis kepada kekasih yang sangat dipujanya pada pandangan pertama. Chairil anwar menggambarkan gelora hati ‘Aku’ terhadap seorang gadis yang mencuri hatinya dengan keindahan sore yang berpelangi itu. Begitu indah, menyenangkan namun juga mencemaskan karena akan berakhir senja yang sepi dan gelap. Chairil mengilustrasikan keindahan cinta dengan kembang mawar yang diharapkan bertemu dengan ketulusan hati si gadis yang diilustrasikan dengan melati, sangat indah dan menarik mencari dan menafsirkan teka-teki romantika cinta di balik puisi sajak putih Chairil Anwar ini.
Chairil Anwar selalu menyimpan semangat dan optimisme dalam puisinya, termasuk dalam sajak putih ini. Meski di bagian tengah puisi digambarkan bahwa romantika cinta antara ‘Aku’ dan si gadis hanya sebatas kekaguman saat melihat satu sama lain, tidak ada pembicaraan cinta dan rayuan yang terucap, tidak ada janji bertemu di berikan, hanya tatapan mata yang menyiratkan kekaguman yang menjadi pegangan. Namun ‘Aku’ tetap optimis bahwa ada masa yang akan mempersatukan mereka dalam kisah cinta yang suci.
Akan ada harapan, demikian akhir yang dikiaskan oleh Chairil dalam puisi ini. Hal ini sangat terlihat pada cuplikan kalimat berikut  “Selama matamu bagiku menengadah”. Begitulah ciri khas puisi-puisi Chairil Anwar. Chairil seakan berpesan pada pembacanya, bahwa selalu ada harapan selama usaha dan doa bersanding dalam langkah kaki kita.
·         Makna Puisi “Sajak Putih”
Dalam puisi sajak putih digambarkan gadis si aku pada suatu senja hari yang indah ia duduk dihadapan si aku. Ia besandar yang pada saat itu ada warna pelangi yaitu langit senja yang indah penuh dengan macam-macam warna. Gadis itu bertudung sutra diwaktu haru sudah senja. Sedangkan rambut gadis itu yang harum ditiup angin tampak seperti sedang bersenda gurau, dan dalam mata gadis yang hitam kelihatan bunga mawar dan melati yang mekar. Mawar dan melati yang mekar menggambarkan sesuatu yang indah dan menarik . Suasana pada saat itu sangat menyenangkan, menarik dan penuh keindahan yang membuat si aku haru dengan semua itu.
Dalam pertemuan kedua insan itu sepi menyanyi, malam dalam doa tiba yang menggambarkan tidak ada percakapan dari keduanya. Mereka hanya diam tanpa ada sepatah kata yang diucapkan seperti hanya ketika waktu berdoa. Hanya kata hati yang berkata dan tidak keluar suara. Kesepian itu mengakibatkan jiwa si aku bergerak seperti hanya permukaan kolam yang terisa air yang beriak tertiup angin. Dalam keadaan diam tanpa kata itu, didalam dada si aku terdengar lagu yang merdu yang menggambarkan kegembiraan. Rasa kegembiraan itu digambarkan dengan menari seluruh aku.
Hidup dari hidupku, pintu terbuka menggambarkan bahwa si aku merasa hidupnya penuh dengan kemungkinan dan ada jalan keluar serta masih ada harapan yang pasti bisa diwujudkan selama gadis kekasihnya masih menengadahkan mukanya ke si aku. Ini merupakan kiasan bahwa si gadis masih mencintai si aku, mau memandang kemuka si aku.
Begitu juga hidup si aku penuh harapan selama si gadis masih hidup wajar, dikiaskan dengan darahnya yang masih mengalir dan luka, sampai kematian tiba pun keduanya masih mencintai, dan tidak akan terpisahkan. Sajak merupakan kiasan suara hati si penyair, suara hati si aku. Putih mengiaskan ketulusan kejujuran, dsan keihklasan. Jadi sajak putih berarti suara hati si aku yang sangat tulus dan jujur.